Rabu, 30 April 2025

MIMPI DIATAS ASA : BAB II. Prestasi Risky di Sekolah

 


Setiap hari di sekolah membawa cerita baru, dan di balik dinding kelas sederhana, nama Risky sudah menjadi simbol kecemerlangan. Di ruang kelas yang hangat dengan aroma kapur dan debu buku, pagi itu dimulai dengan semangat belajar yang membara.

Di depan papan tulis yang memudar warnanya, Bu Katya, guru matematika yang lembut dan cermat, mengumumkan sebuah soal menantang.

Bu Katya: "Anak-anak, mari kita coba soal ini: Bagaimana cara kita menyelesaikan persamaan kuadrat dengan cara faktorisasi? Siapa yang ingin memulai?"

Risky dengan segera mengangkat tangan, wajahnya terlukis keyakinan.

Risky: "Bu, jika kita faktorkan terlebih dahulu, kita bisa mendapatkan dua bilangan yang jumlahnya sama dengan koefisien dari x dan hasil perkaliannya sama dengan konstanta. Misalnya, jika itu x² + 5x + 6, maka faktornya adalah (x + 2) dan (x + 3)."

Bu Katya tersenyum bangga sambil mengangguk.

Bu Katya: "Tepat sekali, Risky! Penjelasanmu sangat sistematis sehingga teman-teman pun bisa memahami langkah-langkahnya."

Suasana kelas seketika dipenuhi pujian dan tatapan takjub dari teman-temannya. Di antara mereka, Jaka, sahabat sekaligus teman sekelasnya, mendekat dengan ketulusan rasa ingin tahu.

Jaka: "Risky, bagaimana caramu cepat memahami setiap rumus yang diajarkan? Aku sering merasa kewalahan."

Risky menoleh dengan senyum yang ramah.

Risky: "Jaka, aku memang suka membaca soal lebih awal dan kalau ada yang sulit, aku coba pecahkan berulang-ulang. Kadang, aku juga bertanya kepada Bu Katya supaya penjelasannya lebih mendalam."

Pembicaraan itu menumbuhkan semangat di antara teman-teman sekelas, yang kini merasa termotivasi untuk belajar lebih giat lagi. Namun, di balik sorotan keberhasilan di dalam kelas, tersimpan beban yang mengancam impian besar Risky.

Sore harinya, di rumah sederhana yang dipenuhi kehangatan namun juga keterbatasan, terdengar percakapan serius antara Risky dan ibunya di dapur. Di tengah aroma masakan yang hangat, Ibunya menyuarakan kekhawatiran yang selalu menghantui.

Ibu: "Risky, Ibu bangga padamu. Tapi engkau tahu, biaya sekolah semakin tinggi. Bagaimana kita bisa memenuhi kebutuhan SMA jika keadaan seperti sekarang terus berlangsung?"

Risky menatap ibunya dengan tatapan penuh keyakinan, meski juga menyimpan kekhawatiran tentang masa depan.

Risky: "Bu, aku akan mencari cara. Aku tak mau menyerah hanya karena keadaan. Aku ingin melanjutkan pendidikan supaya bisa meraih mimpi menjadi perancang mobil listrik dan membantu keluarga kita serta banyak orang."

Ibunya terdiam sejenak, menyerap setiap kata yang terucap dengan hati yang berat.

Ibu: "Ibu tahu engkau pintar dan gigih, Nak. Kami hanya berharap jalannya nanti tidak terlalu berat. Ingatlah, di balik setiap perjuangan ada harapan."

Kata-kata itu menggema dalam hati Risky, memancarkan tekad yang semakin menguatkan dirinya untuk mengatasi segala rintangan. Di balik papan tulis, buku-buku usang, dan keterbatasan uang, prestasinya di sekolah bukan saja bukti kecemerlangan, tetapi juga cermin keberanian seorang anak yang berani bermimpi besar.

Di hari-hari berikutnya, di antara tawa teman-temannya dan tantangan soal matematika, Risky terus menunjukkan bahwa kecerdasan bukanlah hadiah semata dari nasib, melainkan hasil dari kerja keras, kegigihan, dan keyakinan untuk merubah keadaan. Setiap dialog di dalam kelas dan setiap bisikan harapan di ruang dapur menyatukan narasi hidupnya, menyongsong hari depan dengan semangat yang tak tergoyahkan.


Sampai sini dulu ya Mas Zay cerita.... semoga masih menunggu Bab Selanjutnya...

Salam Literasi......

2 komentar: