Bab 4:
Pengorbanan dan Harapan
Malam
itu, hujan deras mengguyur kota, seolah mencerminkan kegelisahan yang
membanjiri hati Mira. Dia berdiri di depan pintu rumah, tangannya gemetar saat
memutar kenop. Keluarganya sudah berkumpul di ruang tamu, wajah-wajah penuh
ketegangan menyambutnya.
"Mira, kita sudah membahas
ini berulang kali," suara ayahnya tegas, namun ada nada kelelahan di sana.
"Ali bukan orang yang tepat untukmu. Kami tidak akan merestui hubungan
kalian."
Mira menghela napas dalam,
mencoba menenangkan jantungnya yang berdetak kencang. "Ayah, Ibu... Aku
tahu keputusan ini berat untuk kalian, tapi aku sudah memutuskan. Aku mencintai
Ali, dan aku akan berdiri di sisinya, apa pun risikonya."
Ibunya memandangnya dengan mata
berkaca-kaca. "Mira, kami hanya ingin yang terbaik untukmu. Apakah kamu
yakin dia akan membahagiakanmu?"
Mira mengangguk, air mata mulai
mengalir di pipinya. "Aku yakin, Bu. Dia mungkin tidak sempurna, tapi dia
adalah orang yang membuatku merasa hidup. Aku tidak bisa melepaskannya hanya
karena kita berbeda."
Namun, di sisi lain kota, Ali
duduk diam di dalam kamar kecilnya. Surat yang baru saja ia tulis tergeletak di
atas meja. Keputusan itu sudah ia buat, meski hatinya hancur berkeping-keping.
Saat pintu diketuk, Ali tahu
siapa yang datang. Mira berdiri di sana, basah kuyup oleh hujan. Mata mereka
bertemu, tapi senyum Ali hanya tipis, hampir tak terlihat.
"Mira, aku harus
bicara," katanya pelan sambil mempersilakan Mira masuk.
Mira menggeleng, mencoba menahan
tangis. "Ali, aku sudah bilang pada keluargaku. Aku memilihmu. Aku akan
melewati ini bersamamu, tidak peduli seberapa sulitnya."
Ali menatap Mira dengan rasa
sakit yang sulit ia sembunyikan. "Itulah yang tidak bisa aku izinkan,
Mira. Aku tidak ingin melihatmu berjuang atau kehilangan keluargamu karena
aku."
"Tapi aku tidak
peduli!" Mira menangis. "Aku memilihmu, Ali. Aku memilih kita!"
Ali mengalihkan pandangannya,
hatinya terasa seperti terkoyak. "Mira, cinta itu bukan hanya tentang
bertahan. Kadang, itu juga tentang tahu kapan harus melepaskan. Aku tidak ingin
kamu kehilangan apa yang tidak bisa aku gantikan."
Mira menggenggam tangan Ali,
mencoba menahan kepergiannya. Namun, Ali perlahan menarik tangannya, menatapnya
dengan penuh kesedihan. "Aku pergi bukan karena aku tidak mencintaimu,
Mira. Karena aku mencintaimu, aku ingin kamu tetap punya segalanya."
Air mata terus mengalir di pipi
Mira saat Ali berbalik, melangkah pergi ke dalam hujan yang semakin deras. Di
balik setiap langkahnya, ia meninggalkan cinta, harapan, dan luka yang tak
pernah mudah untuk sembuh.
Mira jatuh berlutut, membiarkan tangisnya pecah. Hujan menjadi saksi keheningan dan rasa kehilangan yang begitu mendalam. Namun, di dalam hatinya, meski berat, ia tahu bahwa pengorbanan Ali adalah bukti cinta yang tak terhingga.
Bab
Penutup: Titik Temu
Beberapa tahun telah berlalu sejak Mira dan Ali berpisah. Kehidupan telah membawa mereka ke jalan masing-masing yang jauh berbeda. Mira kini menjalani kehidupannya di kota besar sebagai seorang penulis ternama, dikenal karena novel-novel yang sarat emosi dan kejujuran. Sedangkan Ali, seorang arsitek, telah menetap di sebuah kota kecil, merancang rumah-rumah yang penuh cerita dan kehidupan.
Bersambung...........
sampai sini dulu ya Mas Zay cerita. Semoga pembaca bisa menjiwai dan merasakan alur cerita dari Bab 4. di atas, sehingga masih penasaran untuk menunggu cerita selanjutnya......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar