Udara pagi di sudut
kota yang terlupakan terasa berat, sarat dengan debu yang bergumul di antara
bangunan-bangunan yang berdiri tanpa harapan. Lorong-lorong sempit berliku
seperti urat nadi yang membawa kehidupan yang enggan terlihat oleh dunia luar.
Dinding-dinding kusam di sana tidak hanya menjadi saksi bisu waktu—mereka
menyimpan luka, mimpi yang terkoyak, dan bisikan ketidakadilan yang tak pernah
didengar.
Saat Jaka melangkah
masuk, ia merasakan sesuatu yang berbeda. Tidak ada gemuruh semprotan cat yang
biasa ia dengar saat ia mendekati tembok kosong. Tidak ada kegembiraan liar dari
aksi pembangkangan yang selama ini menjadi bagian dari jiwanya. Kali ini, ia
datang bukan sebagai seniman yang bebas, tetapi sebagai seseorang yang harus
mempertanggung-jawabkan kesalahannya.
Tembok-tembok itu
seolah berbisik, menatapnya dengan murka. Mereka tidak memerlukan seni yang
hanya meninggalkan jejak tanpa makna. Mereka haus akan sesuatu yang lebih dari
sekadar warna—sesuatu yang mampu memberi kehidupan, bukan sekadar ekspresi
kemarahan yang membakar segalanya.
Saat Jaka menyentuh
permukaan dinding, ia merasakan dinginnya batu yang selama ini menjadi latar
bagi kehidupan orang-orang di sekitarnya. Ia melihat coretan-coretan lama—bukan
miliknya, tetapi dari mereka yang datang sebelum dia, meninggalkan jejak
kehancuran yang sama. Dan untuk pertama kalinya, ia bertanya-tanya: apakah
semua ini hanya siklus yang tak pernah benar-benar berubah?
Di antara bangunan
yang seolah membungkuk karena beban kehidupan, Jaka melihat sekumpulan
anak-anak yang duduk berjejer di tepi gang. Mata mereka mengandung sesuatu yang
ia kenali—ketidakpastian, harapan yang tak berani berkembang, dan keinginan
untuk sesuatu yang lebih dari sekadar bertahan hidup.
Salah satu dari
mereka menarik perhatian Jaka. Seorang pemuda dengan tangan penuh noda arang,
kertas-kertas lusuh berserakan di sekelilingnya. Ia menggambar, melukiskan
sesuatu yang hampir mirip dengan mural yang pernah Jaka buat—tetapi dengan
sesuatu yang lebih dalam, lebih emosional.
“Bagus sekali,” ujar Jaka, suaranya
nyaris tenggelam dalam kebisingan kota.
Pemuda itu menatapnya sejenak sebelum
kembali menggerakkan tangannya di atas kertas. Tidak ada jawaban, tidak ada
pertanyaan. Hanya suara gesekan arang yang terus beradu dengan permukaan kertas
yang hampir hancur karena terlalu sering digunakan.
Jaka melihat bagaimana
pemuda itu bekerja, bagaimana setiap goresan yang dibuatnya membawa emosi yang
nyata. Tidak ada kemarahan yang meledak-ledak seperti miliknya. Tidak ada
dorongan untuk memberontak atau melawan. Hanya ekspresi murni dari seseorang
yang berusaha menemukan keindahan di tengah dunia yang tak memberinya
kesempatan.
Untuk pertama kalinya, Jaka merasa
bahwa ia tidak sendirian.
Malam tiba dengan
keheningan yang menggigit. Jaka duduk di sebuah kursi reyot di sudut ruangan
kecil yang diberikan kepadanya sebagai tempat tinggal sementara. Ia menatap
tembok kosong di depannya, tetapi kali ini, ia tidak merasa ingin mengisinya
dengan warna.
Di dalam dirinya, pertempuran lain
sedang berlangsung. Apakah ia hanya seorang vandalis, seseorang yang
menciptakan seni tanpa peduli pada dampaknya? Ataukah ia bisa menjadi seseorang
yang lebih dari itu—seseorang yang menggunakan bakatnya untuk sesuatu yang
lebih besar daripada dirinya sendiri?
Selama ini, ia selalu
percaya bahwa grafiti adalah bentuk kebebasan. Tapi kebebasan seperti apa?
Kebebasan untuk siapa? Apakah kebebasan yang ia perjuangkan hanya untuk dirinya
sendiri, atau untuk mereka yang hidup dalam bayang-bayang kota tanpa pernah
benar-benar terlihat?
Jaka menggenggam kaleng cat semprotnya,
merasakan bobotnya seperti beban yang ia bawa sepanjang hidupnya. Jika ia ingin
berubah, maka ia harus menemukan cara yang baru. Tapi bagaimana?
Esok paginya, saat
Jaka berjalan melalui gang yang telah mulai terasa akrab, ia melihat pemuda
yang kemarin menggambar. Kali ini, ia menggunakan dinding sebagai kanvasnya,
tetapi bukan dengan semprotan cat—hanya dengan arang dan kapur, meninggalkan
jejak yang akan memudar dengan waktu.
Jaka berhenti,
memperhatikan setiap detail yang terukir dalam garis-garis itu. Dan saat itulah
sesuatu muncul dalam pikirannya. Mungkin ia bisa menggunakan bakatnya bukan
untuk menghancurkan, tetapi untuk membangun kembali. Mungkin mural-muralnya
bisa memiliki makna lebih dari sekadar ekspresi kemarahan. Mungkin warna-warna
yang selama ini ia gunakan bisa menjadi simbol harapan, bukan sekadar protes.
Jaka mengambil napas panjang, merasakan
perubahan yang mulai mengakar dalam dirinya.
Malam yang hampir
membunuhnya telah membawanya ke tempat ini—ke titik di mana ia harus memilih
antara menjadi seseorang yang hanya meninggalkan jejaknya sendiri, atau
seseorang yang benar-benar mengubah dunia yang ia tinggali.
Dan
untuk pertama kalinya, ia tahu ke mana ia harus pergi.
Bersambung ..............
Sinopsis
Membangun Satuan PAUD Berkualitas
Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) adalah fondasi utama bagi perkembangan anak menuju
jenjang pendidikan lebih lanjut dan kehidupan sosial yang lebih kompleks. E-book
Membangun Satuan PAUD Berkualitas hadir sebagai panduan komprehensif
bagi tenaga pendidik, kepala satuan PAUD, orang tua, dan pemangku kepentingan
lainnya dalam mewujudkan PAUD yang bermutu, inklusif, dan berorientasi pada
perkembangan holistik anak.
Melalui
berbagai bab yang tersusun sistematis, pembaca akan diajak untuk memahami konsep
dasar PAUD berkualitas, kebijakan dan regulasi, kepemimpinan
pendidikan, kurikulum berbasis eksplorasi, serta pengelolaan
lingkungan belajar yang aman dan stimulatif. Tidak hanya itu, buku ini juga
membahas strategi peningkatan kompetensi pendidik, peran serta
keluarga dan masyarakat, transformasi digital dalam PAUD, serta praktik
baik dan studi kasus keberhasilan satuan PAUD di berbagai daerah.
Dengan
pendekatan berbasis bukti dan pengalaman langsung dari dunia pendidikan, buku
ini memberikan pandangan baru bagi pengelola PAUD dalam meningkatkan
kualitas layanan. Setiap bab disusun dengan mengutamakan strategi praktis
yang dapat diterapkan di berbagai kondisi lapangan, baik di wilayah perkotaan
maupun pedesaan.
Sebagai
bagian dari upaya menciptakan generasi emas Indonesia 2045, Membangun Satuan
PAUD Berkualitas mengajak semua pihak untuk bersinergi dalam membangun
ekosistem pendidikan anak usia dini yang berdaya saing, inklusif, dan
berkelanjutan.
Pesan : WA ke 0822 4499 2692 (Mas Zay)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar