Bab: Pendahuluan
Setiap
perjalanan memiliki awal, dan setiap cinta memiliki cerita yang unik. Kisah
Mira dan Ali dimulai dari pertemuan sederhana yang perlahan tumbuh menjadi
ikatan yang begitu dalam. Mereka adalah dua individu dengan impian besar, namun
dengan cara pandang yang kerap berbeda. Perbedaan-perbedaan itulah yang
mempertemukan mereka di satu sisi, namun perlahan juga menjadi jurang yang
memisahkan.
Pada
suatu masa, mereka saling mencintai dengan cara yang begitu polos, mempercayai
bahwa cinta itu cukup untuk mengatasi segala hal. Namun hidup, dengan segala
dinamika dan ujian yang tak terduga, menunjukkan bahwa cinta saja tidak selalu
bisa menjembatani segalanya. Mereka terpisah, membawa luka dan kenangan
masing-masing, melanjutkan hidup dengan caranya sendiri.
Bab
Pendahuluan ini adalah tentang bagaimana kisah mereka dimulai, penuh dengan
harapan dan kebahagiaan, namun juga tantangan yang tak terhindarkan. Kehidupan
Mira, seorang pemimpi di dunia sastra, dan Ali, arsitek dengan jiwa yang
mendalam, membawa mereka ke perjalanan yang tidak mudah. Namun, di tengah
segala perbedaan dan jarak, benang merah cinta mereka tetap mengikat.
Apakah
cinta yang telah tumbuh dalam diri mereka akan menemukan jalannya kembali?
Ataukah mereka telah ditakdirkan untuk melangkah di jalan berbeda? Bab demi bab
dalam buku ini akan membawa pembaca menyusuri perjalanan cinta yang penuh
emosi, keputusan besar, dan pertanyaan yang tak mudah dijawab.
Mari kita memulai cerita ini dari awal, di mana benih cinta itu pertama kali ditanam, dan bagaimana ia bertahan menghadapi badai waktu. Setiap halaman adalah langkah menuju jawaban, dan setiap kata adalah jejak cinta yang mereka tinggalkan.
Bab 1:
Dunia yang Berbeda
Mentari
pagi mulai menyusup melalui celah-celah tirai kamar yang megah. Di dalam sebuah
kamar berlapis marmer dengan perabotan mahal yang tertata sempurna, Mira duduk
di sisi tempat tidurnya. Ia memandang kosong ke luar jendela, memperhatikan
burung-burung yang terbang bebas di udara. Di tengah segala kemewahan yang mengelilinginya,
ada perasaan hampa yang tak bisa ia jelaskan.
“Hari ini ada acara bakti sosial,
Mira. Tolong tampilkan yang terbaik,” suara ibunya terdengar dari luar pintu,
penuh otoritas seperti biasanya. Mira mengangguk meski tahu ibunya tidak bisa
melihat. Dia tahu, bakti sosial itu lebih untuk citra keluarga daripada
benar-benar membantu orang lain.
Sementara
itu, di sebuah sudut kota yang jauh berbeda, Ali sudah memulai harinya. Jam
beker tuanya berbunyi tepat pukul lima pagi, dan itu adalah tanda baginya untuk
bersiap bekerja di bengkel sebelum berangkat kuliah. Ruang kecil yang ia sebut
rumah terasa hangat oleh kehadiran ibunya, yang sudah sibuk menyiapkan sarapan
sederhana.
“Ali, jangan lupa makan dulu
sebelum pergi,” kata ibunya sambil menatap penuh kasih.
Ali tersenyum kecil, “Iya, Bu.
Terima kasih. Nanti Ali pulang lebih awal buat bantu Ibu.”
Meski hidup mereka serba
pas-pasan, Ali merasa cukup. Setiap hari adalah perjuangan, tapi setiap
perjuangan mengajarkan arti kehidupan yang sebenarnya.
Hari itu, dua dunia yang sangat
berbeda dipertemukan oleh takdir. Dalam acara bakti sosial yang diadakan di
sebuah desa kecil, Mira berdiri dengan senyum formal di samping ibunya,
sementara para tamu undangan dan wartawan sibuk mengabadikan momen. Tidak jauh
dari sana, Ali sedang sibuk membantu tim teknis mendistribusikan barang-barang
bantuan.
Pandangan
Mira berhenti pada sosok Ali yang tampak berbeda dari orang-orang di
sekitarnya. Dia tidak mengenakan jas mahal atau berdiri dengan angkuh seperti
tamu lainnya. Ali sibuk bekerja, mengangkat kotak-kotak berat dengan tangan
yang penuh tenaga, namun tetap menyempatkan diri untuk tersenyum pada
orang-orang di sekitarnya.
Sebuah
kesempatan membawa mereka dalam satu momen. Saat itu, Mira tanpa sengaja
menjatuhkan sebotol air dari meja, dan Ali dengan sigap mengambilnya.
“Ini, airnya,” kata Ali sambil
menyodorkan botol itu.
Mira terkejut dan tersenyum
canggung. “Oh, terima kasih.”
Ali mengangguk dan segera kembali
ke pekerjaannya, seolah pertemuan singkat itu bukan sesuatu yang berarti. Namun
bagi Mira, ada sesuatu dalam tatapan Ali yang membuatnya penasaran. Ali
terlihat berbeda—bukan dalam penampilan, tapi dalam caranya membawa diri. Ada
sesuatu yang tulus, yang tidak pernah Mira temui dalam lingkungannya.
Hari itu mungkin hanya awal, tapi
itu adalah awal yang akan mengubah hidup mereka berdua.
Bersambung..... Bab 2: Jembatan Cinta
Bagaimana sobat..... masihkah ingin tahu cerita selanjutnya....
Saya tunggu komentarnya.....